Seperti Ramadan sebelumnya, hilal masih diterawang. Hisab masih dihitung. Belum ada ketentuan kapan dimulainya puasa. Melihat belum adanya keputusan. Aku dan teman-teman masih menyempatkan diri untuk bermain bola kaki. Main terakhir. Karena setelah ini tidak bisa lagi.
Panas yang membakar membuat keringat berceceran. Tahulah, musim panas, tidak bergerak saja sudah berpeluh. Apalagi berlari ke sana-kemari. Beuh! Bak air mancur bercucur. Tenaga-tenaga tumpah tak menyisa. Lemas pas balik ke rumah. Bawaannya pengen tidur segera.
Bola kaki merupakan olahraga favorit mahasiswa Indonesia di Mesir ini. Tepatnya futsal, karena memang lapangannya bisa dijangkau. Sedangkan lapangan gede, mahal. Dan butuh banyak personil. Untuk menyewa lapangan, tak ada yang sayang mengorek saku. Makanya terkadang sampai tiga kali seminggu plus dengan kegiatan organisasi. Sewanya hanya dua puluh pound Mesir -untuk kelas ekonomi-, pasca Ashar sampai sebelum Maghrib. Ini merupakan olahraga yang rutin dilakukan. Bagus untuk kesehatan jasmani. Tak hanya urat-urat kepala saja yang bergerak. Badanpun butuh olahraga.
Olahraga ini fakum ketika Ramadan sudah di gerbang. Semua menunduk. Dan masuk rumah tanpa bertanya. Banyak ibadah pada malamnya, Qiyamullail misalkan. Dan tak bisa dilakukan dengan fisik yang lunglai. Harus prima. Kalau dipaksakan juga main sorenya, selamat tinggal. Terkapar tak berdaya di pembaringan. Makanya tidak ada kegiatan bola.
Untuk menghilangkan penasaran kapan dimulainya puasa, kucoba cek situs berita Mesir, shourukhdotcom. Kujelajahi setiap link beritanya. Tak berapa lama kemudian aku berhasil menemukan sebuah link tentang penentuan puasa. Lengkap dengan sebuah foto yang tidak asing olehku, Dr. Ali Jum’ah, Mufti Mesir. Beliau menerangkan bahwa puasa jatuh pada hari jum’at. Dan hari kamis ini merupakan akhir bulan Sya’ban. “Waduh…”. Kalau puasa hari jum’at, berarti nanti malam tarawih, dong?
Aku tak yakin dengan badan yang pegal-pegal bisa khusu’ dan maksimal salatnya. Banyak sedikitnya memberikan pengaruh pada ibadahku tentunya. Bila kepastiannya awal, mungkin aku bisa mengurungkan niat untuk tidak ikut main futsal sore ini. Hmmm…
Ketika azan Isya berkumandang, aku bersegera ke masjid Al Barakah, ada yang berbeda kulihat pada masjid Al Barakah malam ini. Lebih terang. Pintu kecil yang biasa tertutup, kini terbuka. Pada shaf awal, permadani terbentang. Tidak seperti biasa yang hanya menggunakan karpet. “Tampaknya memang benar kalau besok jum’at awal puasa.” Semakin kuat yakinku. Dan satu lagi yang berbeda malam ini adalah jamaahnya yang ramai. Tak seperti salat Isya biasa. Setelah salat isya, biasanya satu persatu jamaah meninggalkan masjid, kali ini tidak. Semua berdiam. Beberapa jenak kamudian imam berdiri diikuti oleh makmum. “Besok memang benar-benar dimulai puasa,” Desisku.
Pada tarawih pertama ini aku berharap imamnya tidak panjang-panjang membaca ayat. Kondisi badan yang tidak fit, tidak memungkinkan untuk bisa berlama-lama berdiri. Pegal kakiku masih terasa. Atsar main futsal masih melekat. Ditambah aku belum mandi disebabkan air yang mati. Dan simpanan habis. Hmmm… sayang, harapan itu rada bertolak. Imam yang kuharapkan segera ruku’, tak kunjung mengganti posisi. Sebenarnya tidak terlalu panjang ayat yang dibaca karena tidak sampai satu rubu’. Tidak seperti di masjid Al Bukhari atau masjid At Tauhid yang setiap rakaatnya satu rubu’. Dan pada rakaat kedelapan, kelar satu juz. Seperti itu setiap malam. Sehingga ketika akhir Ramadan, selesai 30 juz. Untuk salat di masjid ini, harus dipersiapkan fisik, agar tidak ambruk.
Dengan kesabaran, akhirnya aku bisa menyelesaikan salat tarawih perdana. Walau tidak terlalu maksimal, setidaknya aku bisa melakukannya sampai selesai. Alhamdulillah!
Panas yang membakar membuat keringat berceceran. Tahulah, musim panas, tidak bergerak saja sudah berpeluh. Apalagi berlari ke sana-kemari. Beuh! Bak air mancur bercucur. Tenaga-tenaga tumpah tak menyisa. Lemas pas balik ke rumah. Bawaannya pengen tidur segera.
Bola kaki merupakan olahraga favorit mahasiswa Indonesia di Mesir ini. Tepatnya futsal, karena memang lapangannya bisa dijangkau. Sedangkan lapangan gede, mahal. Dan butuh banyak personil. Untuk menyewa lapangan, tak ada yang sayang mengorek saku. Makanya terkadang sampai tiga kali seminggu plus dengan kegiatan organisasi. Sewanya hanya dua puluh pound Mesir -untuk kelas ekonomi-, pasca Ashar sampai sebelum Maghrib. Ini merupakan olahraga yang rutin dilakukan. Bagus untuk kesehatan jasmani. Tak hanya urat-urat kepala saja yang bergerak. Badanpun butuh olahraga.
Olahraga ini fakum ketika Ramadan sudah di gerbang. Semua menunduk. Dan masuk rumah tanpa bertanya. Banyak ibadah pada malamnya, Qiyamullail misalkan. Dan tak bisa dilakukan dengan fisik yang lunglai. Harus prima. Kalau dipaksakan juga main sorenya, selamat tinggal. Terkapar tak berdaya di pembaringan. Makanya tidak ada kegiatan bola.
Untuk menghilangkan penasaran kapan dimulainya puasa, kucoba cek situs berita Mesir, shourukhdotcom. Kujelajahi setiap link beritanya. Tak berapa lama kemudian aku berhasil menemukan sebuah link tentang penentuan puasa. Lengkap dengan sebuah foto yang tidak asing olehku, Dr. Ali Jum’ah, Mufti Mesir. Beliau menerangkan bahwa puasa jatuh pada hari jum’at. Dan hari kamis ini merupakan akhir bulan Sya’ban. “Waduh…”. Kalau puasa hari jum’at, berarti nanti malam tarawih, dong?
Aku tak yakin dengan badan yang pegal-pegal bisa khusu’ dan maksimal salatnya. Banyak sedikitnya memberikan pengaruh pada ibadahku tentunya. Bila kepastiannya awal, mungkin aku bisa mengurungkan niat untuk tidak ikut main futsal sore ini. Hmmm…
Ketika azan Isya berkumandang, aku bersegera ke masjid Al Barakah, ada yang berbeda kulihat pada masjid Al Barakah malam ini. Lebih terang. Pintu kecil yang biasa tertutup, kini terbuka. Pada shaf awal, permadani terbentang. Tidak seperti biasa yang hanya menggunakan karpet. “Tampaknya memang benar kalau besok jum’at awal puasa.” Semakin kuat yakinku. Dan satu lagi yang berbeda malam ini adalah jamaahnya yang ramai. Tak seperti salat Isya biasa. Setelah salat isya, biasanya satu persatu jamaah meninggalkan masjid, kali ini tidak. Semua berdiam. Beberapa jenak kamudian imam berdiri diikuti oleh makmum. “Besok memang benar-benar dimulai puasa,” Desisku.
Pada tarawih pertama ini aku berharap imamnya tidak panjang-panjang membaca ayat. Kondisi badan yang tidak fit, tidak memungkinkan untuk bisa berlama-lama berdiri. Pegal kakiku masih terasa. Atsar main futsal masih melekat. Ditambah aku belum mandi disebabkan air yang mati. Dan simpanan habis. Hmmm… sayang, harapan itu rada bertolak. Imam yang kuharapkan segera ruku’, tak kunjung mengganti posisi. Sebenarnya tidak terlalu panjang ayat yang dibaca karena tidak sampai satu rubu’. Tidak seperti di masjid Al Bukhari atau masjid At Tauhid yang setiap rakaatnya satu rubu’. Dan pada rakaat kedelapan, kelar satu juz. Seperti itu setiap malam. Sehingga ketika akhir Ramadan, selesai 30 juz. Untuk salat di masjid ini, harus dipersiapkan fisik, agar tidak ambruk.
Dengan kesabaran, akhirnya aku bisa menyelesaikan salat tarawih perdana. Walau tidak terlalu maksimal, setidaknya aku bisa melakukannya sampai selesai. Alhamdulillah!
04.56.00 | 3
komentar